Cari Data

Aktivitas Literasi TAMAN API di Ruang Publik

Setiap kota di Indonesia biasanya memiliki ruang publik yang bisa digunakan untuk berbagai kegiatan masyarakat yang positif. Salah satu ruang publik yang berlokasi di Kabupaten Kediri bernama Gumul Simpang Lima atau lebih dikenal GSL . Biasanya ruang publik hanya digunakan untuk kegiatan yang bersifat hiburan, Tapi ruang publik yang satu ini digunakan untuk dijadikan sebagai lokasi kegiatan Gelaran Buku Daar el Fikr Jambu Kediri Jawa Timur melakukan kegiatan Bedah buku. Buku yang dibedah dalam acara ini berjudul “Taman Api”.
Sekitar ratusan peserta turut mengikuti bedah buku Taman Api (25/9/2011) yang dihadiri oleh berbagai narasumber seperti Salamet Wahedi dari Esais-Surabaya, Dra. Dwi Suparti (dosen Bahasa dan Sastra Indonesia UNP Kediri), dan Hj. Ikke Fradasari (Ketua Waria Karesidenan Kediri).
Masing-masing pembicara menyampaikan makalah yang berbeda-beda. Namun dari semua narasumber hampir semua sepakat bahwa apapun maksud dan niat dari penulis buku Taman Api Yonathan Rahardja, yang terpenting semua manusia harus salingmenyayangi dan menghormati atas makhluk Tuhan termasuk di dalamnya adalah Waria.
Dalam kesempatan ini, Hj. Ikke Fradasari (Ketua Waria Karesidenan Kediri) menyampaikan keprihatinanya atas adanya diskriminasi masyarakat Indonesia terhadap keberadaan kaum Waria. Dia juga mengatakan bahwa selama ini kaum waria dianggap selalu identik dengan sex dan penyakit HIV AIDS, padahal dia menegaskan bahwa yang suka main Sex, menyebarkan HIV AIDS bukan hanya kaum Waria tapi juga abnyak dilakukan oleh manusia-manusia normal.
Buku Taman Api karya Yonathan Rahardjo ini memang banyak yang mengatakan jika buku ini masuk kategori buku “kontroversial” karena di dalam buku ini mengangkat isu-isu terkait kehidupan para Waria lengkap dengan intrik kehidupan mereka. Namun Yonathan Rahardjo yang pada acara ini juga turut hadir bersama rombongan dari YPPI mengatakan bahwa biarlah pembaca mengartikan sendiri dari tulisanya tersebut. Acara yang dimulai sekitar pukul 09.29 w.i.b ini berakhir sekitar pukul 14.07 w.i.b dengan hiburan dari anak-anak anggota Gelaran Buku Daar el Fikr Jambu Kediri yang menampilkan baca puisi dan sastra serta lagu-lagu kritik sosial.
Dari hasil diskusi yang sangat ramai dan mendapatkan respond baik dari masyarakat Kediri, Gelaran Buku Daar el Fikr Jambu Kediri selaku pencetus dan pelopor dari kegiatan ini berharap diskusi bedah buku seperti ini bisa dilakukan secara rutin. Acara seperti ini perlu terus dilakukan terus menerus supaya masyarakat menjadi lebih tertarik untuk melakukan aktivitas yang bermanfaat termasuk budaya membaca melalui acara diskusi buku ini.
YPPI juga sudah menyampaikan kepada Iwan selaku pengelola Gelaran Buku Daar el Fikr Jambu Kediri supaya melakukan kerjasama dan kordinasi dengan pejuang literasi (TBM) di wilayah Kediri untuk terus mengenalkan kampanye budaya membaca dengan memanfaatkan ruang publik termasuk di area Gumul Simpang Lima atau lebih dikenal GSL ini.
YPPI juga berharap supaya di daerah-daerah lain di Indonesia juga melakukan hal yang sama khususnya para pejuang literasi supaya bergerak bersama untuk terus memanfaatkan fasilitas (ruang) publik sebagai media untuk mempromosikan budaya membaca.

http://www.pustakaindonesia.org/2011/09/26/pentingnya-aktivitas-literasi-di-ruang-publik/

Bedah Buku TAMAN API di Ruang Publik

http://www.facebook.com/media/set/?set=a.2165390089313.2108211.1083469068&type=1


oleh: Yayasan Pengembangan Perpust Indo 


Bedah buku perlu dilakukan di ruang publik, paling tidak dengan cara ini pejuang literasi terus berjuang utk mengenalkan ilmu pengetahuan dengan berjuta cara. Cara inipula yg dilakukan oleh Iwan pengelola Gelaran Buku di Kediri Jawa Timur. Dirinya bersama para sponsor (termasuk di dalamnya YPPI) mengadakan Bedah buku di Gumul Simpang Lima Kediri Jawa Timur (GSL).
Dan ternyata respond msyrkt sgt luar biasa tinggi.
dalam kesempatan ini buku yg dibedah mrpkan karya Yonathan berjudul "Taman Api" .
Info lengkapnya bisa baca disini http://www.pustakaindonesia.org/2011/09/26/pentingnya-aktivitas-literasi-di-ruang-publik/

Jabbar Abdullah: LESEHAN BUDAYA: BEDAH NOVEL "TAMAN API" | YONATHAN RAHARDJO

oleh: Jabbar Abdullah
http://www.facebook.com/media/set/?set=a.2297056258782.2119404.1020385855&type=1

Lesehan Budaya bertajuk Bedah Novel Taman Api karya Yonathan Rahardjo (Pemenang Sayembara Novel IKJ 2006) di Simpang Lima Gumul, Kediri, merupakan langkah awal untuk "membaca" sejauhmana respon publik (baik pegiat sastra maupun masyarakat umum di Kediri) terhadap peristiwa kesenian yang digelar di ruang publik, atau pada khususnya apresiasi terhadap sastra itu sendiri.

Di luar dugaan, pelan-pelan publik yang berseliweran di Simpang Lima Gumul merangsek ke titik digelarnya diskusi. Mereka seakan tidak menduga kalau area Simpang Lima Gumul yang dicitrakan sebagai tempat kongkow-kongkow dan foto-foto, ternyata juga diwarnai lain dengan terciptanya diskusi sastra.

Sebelum diskusi dilangsungkan, panitia menyuguhkan pembacaan fragmen novel Taman Api dan Performance Art Tari. Setelah itu, ketiga narasumber yang dihadirkan lantas menyuguhkan hasil pembacaannya terhadap novel Taman Api. Setelah rampung membedah, Ikhwan melontarkan tawaran kepada peserta diskusi untuk turut mengapresiasi. Satu-persatu peserta yang hadir mengacungkan telunjuknya lantas mengajukan pertanyaan dan tanggapan terhadap isi novel dan penjelasan yang diuraikan oleh ketiga narasumber.

Salah satu narasumber bernama Hj. Ikke dalam satu sesi menjlentrehkan perjalanan hidupnya saat dihadapkan pada pilihan tentang status gendernya yang pada akhirnya dengan "bismillah" memutuskan menjadi "wanita". Puncak dari kontemplasinya terjadi saat ia melangsungkan ibadah haji ke Mekkah pada tahun 2002. Di sana ia bermohon agar Allah meridhoi putusannya. Saat itu juga, ia terpilih sebagai Ketua Rombongan Haji Teladan se-Indonesia.

Setelah dirasa cukup, acara diskusi pun ditutup. Sebelum bubar, beberapa sajian juga disuguhkan. Masing-masing performance dari murid-murid MTs Miftahul Huda Jambu dan baca puisi yang diiringi musik oleh Cak Juwaini dari Kediri.

Akhirnya, semoga acara Lesehan Budaya ini nantinya bisa secara istiqomah digelar, kapanpun dan di manapun. Amiin.

Gelaran Buku: Bedah Buku di Lesehan Budaya Kediri


UNDANGAN TERBUKA :

LESEHAN BUDAYA : "BEDAH BUKU: TAMAN API", karya Yonathan Rahardjo

Narasumber:
1. Salamet Wahedi (Esais-Surabaya)
2. Dra. Dwi Suparti (dosen Bahasa dan Sastra Indonesia UNP Kediri)
3. Hj. Ikke Fradasari (Ketua Waria Karesidenan Kediri)

Moderator : Ahmad Ikhwan Susilo (Pustakawan Gelaran Buku Daar el Fikr)

Hari/ Tanggal : Minggu, 25 September 2011
Pukul : 09.00 - 11.00 Wib
Tempat : Pelataran Simpang Lima Gumul Kediri

Kerja bareng:
1. Gelaran Buku Daar el Fikr Jambu Kediri
2. Pemkab Kediri
3. d’buku Bibliopolis
4. YPPI
5. Komunitas Lembah Pring Jombang

Aris Kurniawan: Kisah Banci Minus Empati


Kisah Banci Minus Empati

Penulis : Aris Kurniawan*   

Gagasan besar acapkali lebih menggoda pengarang untuk diketengahkan dalam novel ketimbang peristiwa-peristiwa keseharian yang terkesan kecil dan remeh.
Padahal, gagasan besar punya risiko kegagalan yang besar jika tidak didukung perangkat yang cukup untuk mewujudkannya. Inilah yang terjadi dengan novel Taman Api besutan Yonathan Rahardjo. 
Novel ini mengangkat kisah kaum minoritas seksual, khususnya banci. Novel yang mengusung tema kaum minoritas seksual (LGBT/lesbian, gay, biseksual, dan transgender) memang sudah banyak ditulis.
Terutama tentang percintaan sesama jenis, antara lain Lelaki Terindah (lelaki dengan lelaki) karya Andrei Aksana dan Garis Tepi Seorang Lesbian (perempuan dengan perempuan) garapan Herlinatiens.
Namun, tentang banci, waria, dan kompleksitas persoalan yang menelikung kaum tersebut, rasanya masih langka. Banci, dalam Taman Api merupakan sumbu yang meletupkan kisah yang lebih luas, menyeret wilayah agama, bisnis busuk sekelompok dokter bedah kelamin, kebengisan polisi sipil pamongpraja terhadap komunitas banci, sampai penjaja obat kecantikan.
Diceritakan, di sebuah negeri bernama Tanah Air, sindikat dokter pimpinan Dokter Shahrul yang seorang dokter ahli bedah kelamin. Dengan memanfaatkan kesatuan polisi pamongpraja dan kelompok agama garis keras, ia memberantas waria yang mangkal di taman-taman kota.
Mereka menangkapi, menginterogasi, dan mengedukasi para waria tentang sisik melik virus HIV, penyebab penyakit AIDS, serta penyebarannya. Tak hanya itu, sindikasi dokter ini kemudian membius mereka dan mengangkat kelamin waria secara massal, lalu mengubahnya menjadi wanita sempurna.
Untuk menyempurnakan tujuannya, mereka menciptakan chip multifungsi yang dieksperimentasikan di dalam tubuh para banci melalui operasi kelamin tersebut. Chip ini mampu mempercepat pengubahan sifat maskulin ke feminin, memonitor pergerakan tubuh, sekaligus merekam pembicaraan.
Seluruh data lantas dikirim melalui satelit dengan sistem komputerisasi. Melalui chip itu pula, mereka akan mendapatkan data perkembangan penyebaran virus HIV. Berdasarkan data ini, mereka punya alasan kuat untuk memberantas banci layaknya penyakit yang merusak tatanan sosial.
Di sisi lain, ada Dokter Ranto, seorang ahli bedah kelamin. Ia menjalankan bisnis penjualan banci elite nan molek ke luar negeri. Untuk menjalankan bisnisnya, ia memperalat Tari, dengan menjadikan waria kelas menengah itu istrinya.
Dibantu Tari, Dokter Ranto memburu banci tercantik yang belum melakukan operasi kelamin melalui kontes-kontesan banci tercantik. Tari, yang tanpa sadar diperalat Ranto, berjuang membela hak-hak kaum waria yang sering diperlakukan tidak adil lewat pembentukan asosiasi banci.
Ada pula tokoh Reta, seorang pengusaha salon yang melakukan praktik penyuntikan silikon cair ilegal yang merupakan kekasih Dokter Ranto.
Namun, dalam sebuah kejadian tak disengaja, Priyatna, penjaja obat (medical representatif), yang diam-diam seorang tranvestite, membongkar semua persekongkolan jahat tersebut.
Operasi kelamin massal terhadap waria jalanan dilaporkan ke polisi oleh asosiasi para banci yang didampingi Dokter Ranto. Reta kemudian kabur lantaran praktik suntik silikon cair yang dilakukannya menewaskan seorang banci. Kasus ini tak ayal menyeret Dokter Sahrul, karena dialah pemasok silikon cair ilegal.
Begitulah ringkasan novel Taman Api. Begitu kompleks dan penuh gagasan besar.
Namun, sayangnya novel kedua Yonathan Rahardjo, novelis yang juga dokter hewan yang pernah memenangi sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta lewat novel Lanang (2006) ini, kurang berhasil—untuk tidak mengatakan gagal—mengeksekusi gagasan besar tersebut menjadi novel yang padu dan enak dinikmati. 
Penyajian secara filmis yang digunakan sebagai strategi bertutur novel setebal 200 halaman ini alih-alih mengantarkan pembaca mendapatkan “visualisasi” rentetan adegan dramatis serta gambaran karakter tokoh-tokohnya secara detail dan bernyawa.
Akan tetapi, terjadi justru inilah yang mengganggu kenikmatan pembaca mengikuti kisah. Penuturan terasa melelahkan, terutama karena terjadi pengulangan saat menjelaskan identitas tokoh-tokohnya. Kadang insan-insan banci, kadang laki-laki berpenampilan perempuan, kadang laki-laki berdandan seperti perempuan.
Pengulangan yang sangat mengganggu juga terjadi dalam adegan saat kelompok dokter mengedukasi para waria perihal penyebaran virus HIV dan gejala-gejalanya (hal 81-83). Pemaparan berpanjang-panjang yang disampaikan seperti menghadapkan pembaca pada uraian dokter dalam rubrik konsultasi kesehatan di majalah.
Minim Empati
Atmosfer dunia kaum banci, yang antara lain ditandai melalui cara mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang sangat khas milik mereka, nyaris tak berbekas di novel ini.
Dialog yang terjadi di antara mereka terdengar kaku dengan kalimat bahasa Indonesia yang sempurna. Dengarlah dialog yang di antaranya terdapat di halaman 131:
//“Aku menyuntik payudaraku dengan silikon. Dan, setiap hari mengonsumsi pil KB dan pil kolagen. Apa yang kau pakai untuk membesarkan punyamu?”// “Sama dengan kamu,”//“Bagaimana pengaruhnya?”// “Tentu saja seperti yang kau lihat ini,”
Karena itu, gagasan besar akhirnya berhenti menjadi sekadar gagasan dan permukaan. Bahkan kemudian menelan kepedihan nasib kaum waria yang semula hendak diusungnya. Pengarang kurang berhasil menarik khalayak pembaca berempati pada nasib kaum waria yang terdiskriminasi.
Di titik ini terlihat minimnya eksplorasi pengarang tentang dunia waria. Deskripsi yang cukup rinci dalam adegan operasi kelamin dan seputar dunia kedokteran pun akhirnya tidak berdaya menegakkan novel menjadi ruang untuk mengekspresikan empati bagi kaum minoritas seksual.
Akan lebih menarik jika Yonathan lebih fokus untuk mengeksplorasi pergulatan batin kaum waria melalui peristiwa-peristiwa sederhana keseharian mereka. Ketimbang mengusung gagasan besar, tapi berakhir remuk redam.
*Aris Kurniawan, lahir di Cirebon 24 Agustus 1976. Ia aktif menulis cerpen, reportase, dan resensi untuk sejumlah penerbitan. Bukunya yang telah terbit Lagu Cinta untuk Tuhan (Logung Pustaka, 2005).
Data buku
Judul : Taman Api
Pengarang : Yonathan Rahardjo
Penerbit : Pustaka Alvabet
Genre : Novel
Cetakan : I, Mei 2011
Tebal : 216 hlm
ISBN : 978-602-9193-01-5

Diana AV Sasa: Ironi di Negeri yang Banci


Resensi Buku Novel "Taman Api"
Judul: Ironi di Negeri yang Banci
oleh: Diana AV Sasa

Jawa Pos, Minggu 4 September 2011
Halaman 7
Rubrik: Ruang Putih, Buku


Klandestin Banci di Negeri Banci

Oleh: Diana AV Sasa*) 

http://www.facebook.com/notes/diana-av-sasa/klandestin-banci-di-negeri-banci/10150811861915565

*) artikel versi asli ini dimuat oleh Jawa Pos, 4 September 2011 dengan judul "Ironi Banci di Negeri Banci'


“…Di sisi penyebaran sifat, wanita-pria bahkan sampai merengsek dan menelusup setiap tempat, tak terkecuali tempat-tempat penting penentu kebijakan berbangsa dan bernegara. Kebijakan pemimpin negara rata-rata menjadi kebijakan banci, tidak tegas dalam keberpihakan. Sikap mereka mirip para waria, tidak laki-laki tidak perempuan!”

Sikap dan sifat banci itu lah yang coba diangkat Yonathan Rahardjo dalam novel terbarunya Taman Api (2011). Dituturkan dengan gaya filmis, Yonathan meramu antara fenomena dunia seksualitas para banci (dalam hal ini adalah waria-transgender) dengan banci sebagai sebuah gejala sosial, sikap dan sifat dalam masyarakat. Dengan cara ini, Yonathan seakan ingin menunjukkan bagaimana sekelompok manusia di sebuah negeri bisa dijadikan korban dengan tuduhan-tuduhan, yang ironisnya, penuduh adalah juga pelaku apa yang dituduhkan, meski dalam dimensi atau takaran yang berbeda.

Menggunakan alur cerita yang liniear, kisah klandestin banci di negeri (yang) banci itu dikemas dalam sebuah konspirasi yang mencengangkan. Di negeri bernama Tanah Air, sekelompok dokter berkumpul di Gedung Persaudaraan. Mereka berhimpun dalam sebuah secret society bersebut Gerakan Persaudaraan. Perkumpulan rahasia ini dipimpin Dokter Shahrul, seorang dokter ahli bedah kelamin.

Perkumpulan rahasia para dokter ini memiliki visi: pemberantasan sikap banci di segala bidang. Sikap banci dianggap sebagai sebuah gejala sosial yang mewabah. Tertular melalui media elektronik dan gaya hidup. Di televisi-televisi, sebuah acara akan naik ratting bila ada presenter bergaya banci. Komunitas banci yang semula tertutup pun mulai membuka diri dan berani mengambil posisi penting di berbagai bidang.

Gerakan Persaudaraan melihat mewabahnya pria yang kewanita-wanitaan ini membawa efek sosial yang tidak remeh. Dikatakan bahwa sikap banci sudah mendatangkan persoalan di bidang ekonomi, pendidikan, agama, budaya, pangan, dan kestabilan alam. Sayang tuduhan ini hanya muncul dalam simbol-simbol peristiwa dan penokohan yang mesti ditelaah mendalam oleh pembaca. Yonathan gagal mendeskripsikan dengan apik sejauh mana bidang-bidang itu terkontaminasi. Ia hanya menceritakan (tell) bukan menunjukkan (show) sehingga pembaca sangat terbatas untuk memberikan penilaian tentang pernyataan itu.

Dalam novel setebal 216 halaman ini Yonathan yang seorang dokter hewan mampu menghadirkan deskripsi dunia kedokteran dengan baik. Ia menggambarkan dengan detil bagaimana rutinitas kerja dokter, Medical Representatif (penjaja obat), hingga tahapan-tahapan operasi kelamin. Lengkap pula dengan segala intrik, manipulasi, dan konspirasi busuknya.

Untuk menjalankan misi, Gerakan Persaudaraan menciptakan chip multifungsi yang ditanam dalam tubuh para banci melalui operasi tubuh-kelamin. Chip ini mampu membantu transformasi roh pria ke wanita, memonitor pergerakan tubuh, dan merekam pembicaraan. Semua dipantau melalui satelit dengan sistem komputerisasi. Dari chip, mereka akan mendapatkan data perkembangan penyebaran virus HIV. Dengan data ini mereka punya alasan kuat mengapa banci layak diberantas laiknya penyakit. Banci adalah sumber HIV gelombang ke II

Ide Chip ini bukan sesuatu yang fiksi futuristik. Dr. John Manangsang, anggota komisi E dari PNBK di Papua, sekira tahun 2008 membuat geger dengan gagasan Perda pananaman chip pada penderita HIV untuk memantau persebaran virusnya. Bukan hanya itu, seluruh penduduk di Papua akan diwajibkan periksa HIV dan wajib mendapat kartu identitas AIDS yang diperbarui tiap tahun. Gagasan ini tumbang di meja dewan legislatif karena ditentang banyak kalangan, dianggap melanggar hak kemanusiaan. Disini, Yonathan sukses membawa fakta yang difiksikan.

Yonathan mengisahkan, pemasangan chip dilakukan dengan rahasia. Pinjam tangan polisi Pamong Praja dan kaum agamawan garis keras untuk melakukan razia dan perlawanan dengan kekerasan. Banci rendahan yang mangkal di taman-taman dikejar. Diseret ke kantor polisi, dites HIV, dan dioperasi kelaminnya tanpa persetujuan siempunya tubuh. Pada banci elit ditawarkan operasi kelamin murah dengan bonus perbaikan bentuk tubuh, wajah, dan keindahan kulit.

Untuk menjalin konflik cerita, Yonathan menghadirkan Dokter Ranto, seorang ahli bedah kelamin juga. Dokter Ranto menjalankan bisnis pengiriman banci elit ke Negara Canggih. Dengan memperalat banci Tari yang diperistri olehnya, Dokter Ranto dibantu Tari memilih banci terbaik yang belum melakukan operasi kelamin. Kedoknya adalah ajang pemilihan banci nan cerdas dan cantik. Disini, dokter Ranto berperan seakan dia adalah pembela kepentingan hak asasi para waria yang sering dimarjinalkan. Bersama Tari, ia mendampingi gerakan aktivis banci untuk menuntut hak-haknya. Selain tari, Dokter Ranto dibantu Reta, seorang pengusaha salon yang melakukan praktek penyuntikan silikon cair illegal.

Sebuah ketidak hati-hatian merusak klandestin yang tengah berjalan. Priyatna, seorang pria berprofesi sebagai Medical Representatif langganan dokter Ranto dan dokter Sahrul yang terpengaruh untuk menjadi banci, membongkar semuanya. Operasi rahasia terhadap waria jalanan dilaporkan ke polisi oleh asosiasi para banci yang didampingi dokter Ranto. Reta menjadi buron karena seorang banci mati setelah disuntik silicon cair. Sahrul terancam, dia lah pemasok silicon cair illegal itu.

Digambarkan dalam novel ini bagaimana banci bukan semata persoalan seksualitas, tapi sebuah sikap yang membawa ironi kemanusiaan. Polisi Pamong Praja yang berasal dari masyarakat sipil justru menjadi pelaku pembantaian para banci dengan cara kekerasan. Pemangku agama yang semestinya berhati lembut justru melakukan kekerasan pada waria karena dianggap makhluk yang melanggar takdir Tuhan. Dokter yang semestinya berjiwa mulia, menjadi penyelamat kehidupan dengan pengabdian pada kemanusiaan justru menjadi pelaku kejahatan berbasis capital dengan kedok medis. Sebuah ironi di negeri (yang) banci.

Judul : Taman Api
Penulis : Yonathan Rahardjo
Tahun Terbit : Mei, 2011
Penerbit : Alvabet
Halaman : 216
Genre : Novel
ISBSN : 978-602-9193-01-5